halo halo halo

Senin, 21 Maret 2011

Laporan Praktikum Farmakologi Laut


Judul
Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Bahan Alam

Tujuan
Membuat simplisia dan ekstrak mangrove

Teori
            Simplisia  adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat yang belum mengalami apapun juga. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral.
            Hutan mangrove adalah suatu komunitas tanaman yang hidup di daerah tropis dan sub tropis pinggir pantai. Terdiri dari lebih kurang 30 famili dan lebih dari 100 spesies yang berupa pohon atau semak belukar (Nybakken, 1993). Lebih kurang 60-75 % garis pantai di daerah tropis ditumbuhi oleh hutan mangrove. Jenis yang sering ditemukan di Indonesia dan merupakan ciri-ciri utama dari hutan mangrove adalah genus Avicennia, Sonneratia, Ceriops, Brugueira, dan beberapa spesies dari genera Rhizophora (Nobbs, and McGuinness, 1999).
            Mangrove memiliki fungsi sebagai antibiotik. Salah satu contohnya hasil ekstraksi mangrove adalah sebagai bahan bioaktif antibakteri patogen terhadap udang tambak,
Pada ekstraksi daun mangrove melalui proses seperti :
Pencucian
            bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara:
perendaman bertingkat, penyemprotan,penyikatan.
penirisan / pengeringan
            Setelah pencucian selesai, kemudian dilakukan penirisan di rak-rak pengering.
Perajangan
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya.
Pengeringan
            Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat.
Alat dan Bahan
Alat:

1.      Batang pengaduk
2.      Neraca analitis
3.      Gelas ukur
4.      Erlenmeyer
5.      Pipet tetes
6.      Evaporator
7.      Corong saring
8.      Kertas saring
Bahan
1.methanol
2. sampel (mangrove)
Prosedur
1)      Sampel seberat 100 gram ditimbang
2)      sampel dicuci dengan air keran sampai bersih
3)      sampel dikeringkan dengan cara diangin-angin
4)      sampel dirajang atau dicacah dengan menggunakan pisau atau blender
5)      dimasukan  kedalam Erlenmeyer
6)      methanol dimasukan sampai terendam, lalu menutup Erlenmeyer
7)      direndam hingga 24 jam
8)      disaring dan diganti dengam methanol baru diaduk sekali-kali
9)      diuapkan cairan hasil rendaman menggunakan evaporator

Hasil dan Pembahasan
Penimbangan
            pada saat penimbangan sampel, menggunakan neraca analitik. sampel yang ditimbang adalah 5 gram tepatnya 5,031 gram. Kemudian menyiapkan methanol yang berwarna bening sebagai pelarut sebanyak 20 ml, tujuannya agar sampel terendam dengan baik
Pengamatan
            Setelah 24 jam mengalami perendaman, ternyata campuran methanol dan sampel berubah menjadi kehijauan. Hal ini dikarenakan berasal dari klorofil daun mangrove (sampel) terabsorpsi, sehingga methanol sebagai pelarut yang tadinya berwarna bening berubah warna.
            Pada saat penyaringan, makin terlihat warna ekstrak adalah hijau pekat. Selain itu juga menimbulkan bau yang menyengat. Kemudian dibagian bawah ekstrak hasil saringan masih ada endapan.
            Pada saat penyaringan, dihasilkan ekstrak sebanyak 13,5 ml. berarti ada pengurangan 6,5 ml dari jumlah awal. Hal ini dikarenakan pada saat penyerapan antara methanol dan sampel begitu terikat, sehingga pada saat penyaringan agak sedikit sulit sehingga banyak ekstrak yang masih terkandung di ampas sampel. Kemungkinan lain adalah kesalahan pengukuran awal methanol yang mengakibatkan selisih methanol awal dan ekstrak sedikit besar. Kesalahan pengukuran ini, bisa berasal dari keakuratan alat atau ketidaktelitian praktikan.

Kesimpulan
            Ekstrak mangrove ini jika diolah dengan baik dan benar bisa digunakan menjadi antibiotik. Salah satu contohnya adalah sebagai bahan aktif antibakteri patogen terhadap udang tambak.
            Praktikum ini menggunakan sampel daun mangrove sebanyak 5 gram dan methanol berwarna bening 20 ml, bertujuan agar sampel dapat terendam dengan baik.
            Eekstrak yang dihasilkan berwarna hijau pekat (berasal dari klorofil mangrove yang terabsorpsi), juga menimbulkan bau yang menyengat. Ekstrak yang dihasilkan adalah 13,5 ml, mengalami pengurangan 6,5 ml dari jumlah awal. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor.


Daftar Pustaka

Minggu, 20 Maret 2011

interaksi udara-laut : "Fenomena Upwelling"

Indonesia merupakan Negara maritime yang kaya akan sumber daya alamnya terutama dari laut. Sampai saat ini banyak hal yang masih harus dipelajari dari laut kita, baik itu kandungannya, prosesnya atupun lainnya. Ada banyak proses dilautan yang melibatkan interaksi udara-laut, Salah satu hal yang sampai saat ini masih jadi bahan perbincangan yang hangat adalah masalah “Upwelling”.
Sebagai permulaan, berikut contoh upwelling yang terjadi di Indonesia
          di Lampung pada tahun 1991, telah terjadi kerugian sekitar Rp 3,5 miliar akibat kematian massal udang windu yang siap panen. Matinya kerang-kerang mutiara di loka budidaya Dobo, Maluku Tenggara, dan kematian ikan sardine di sepanjang Pantai Kuta, Bali pada tahun 1995, serta kematian massal ikan di perairan Waigeo, Sorong pada tahun 1996 merupakan beberapa kejadian yang diakibatkan oleh red tide. Red tide merupakan salah satu dampak negatif akibat fenomena upwelling.
Lau sebenaranya Apa itu upwelling, bagaimana proses upwelling itu terjadi, juga hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah upwelling  akan kita bahas disini
          Upwelling adalah pembalikan massa air laut atau naiknya massa air laut yang disebabkan oleh perbedaan temperature, yaitu temperature laut bagian bawah lebih dingin dibandingkan dengan bagian atasnya. Temperature bagian bawah laut lebih dingin, karena lapisan itu belum berhubungan dengan atmosfer. Akibat temperatur permukaan laut yang dingin ini dapat mengubah iklim lokal juga. 

Ada beberapa tipe upwelling, yaitu:
          Coastal upwelling terjadi ketika lapisan bawah air laut menggantikan lapisan atas. Gesekan angin yang berhembus pada permukaan laut dipengaruhi oleh efek Coriolis yang membelokkannya ke kanan (di belahan bumi utara), dan transport Ekman menggerakkannya ke arah laut. Akibatnya terjadi pergerakan air disepanjang pantai.
          Equatorial upwelling terjadi akibat adnya angin dan perubahan arah pada efek coriolis pada bidang equator
          Southern ocean upwelling terjadi dipengaruhi oleh angin yang kuat dari barat dan timur yang bertiup mengelilingi Antartika, akibatnya terjadi perubahan yang signifikan terhadap aliran massa air yang menuju ke utara.
Tipe upwelling lainnya adalah Tropical cyclone upwelling, Artificial Upwelling, Non-oceanic upwelling

  

          Umumnya zat hara yang terkandung pada air laut seperti fosfat, nitrat, dan silikat berada dibawah, namun dengan terjadinya proses upwelling ini maka zat hara akan naik ke bagian atas. Meski arus yang dibawa upwelling mengandung sedikit oksigen, namun nutrisi seperti nitrat ataupun nitrit tersebut akan mengakibatkan tumbuhnya fitoplankton yang melimpah. Seperti yang kita ketahui, fitoplankton merupakan produsen utama pada rantai makanan dilaut.
          Jika proses upwelling berjalan dengan baik, dan didukung oleh dangkalnya lapisan termoklin, maka daerah yang mengalami upwelling akan membantu menyediakan nutrien dengan konsentrasi tinggi sehingga pertumbuhan organisme laut pun akan melimpah dan hal ini mungkin bisa dimanfaatkan oleh para nelayan.
          Namun, fenomena upwelling juga memberikan dampak yang negatif karena kebanyakan ikan laut dan invertebrate memproduksi larva mikrokopis dan larva-larva tersebut melayang bersama untuk beberapa waktu tertentu. Kemudian larva yang telah tumbuh dewasa kebanyakan hidup pada daerah pantai, kemudian akan terbawa arus akibat proses  upwelling ini. Sehingga upwelling bisa mengakibatkan larva sebagai ekosistem pantai jauh dari habitat aslinya.
          Fenomena upwelling ini tidak terjadi terus menerus, melainkan akan terjadi apabila angin berembus terus-menerus di sepanjang pantai. Upwelling terjadi pada arus permukaan laut, dan arus itu bergerak tidak hanya secara horizontal namun karna berbagai faktor dapat juga bergerak secara Vertikal. Fenomena upwelling dipantau oleh satelit yang bernama NOAA.
Menurut waktunya, upwelling bisa dikelompokan kedalam 3 jenis yaitu:
1. Jenis Tetap (Stationery-type)
Terjadi sepanjang tahun meskipun intensitasnya berubah. contohnya yang terjadi di pantai Peru.
2. Jenis Berkala (Periodic-type)
Terjadi hanya semusim saja. Contohnya di selatan pulau jawa.
3. Jenis Silih berganti
Terjadi secar bergantian dengan peristiwa sinking (penenggelaman massa air / lawan dari peristiwa upwelling). contoh di laut arafuru
          Selain fenomena upwelling ini, masih banyak fenomena-fenomena yang terjadi di laut yang menarik dan patut kita kaji. Guna sebagai pengetahuan dasar untuk mempelajari secara mendalam tentang laut.

 sumber :